Ada begitu banyak cerita yang tertoreh dari
bumi Pundong, Bantul, Yogyakarta. Khususnya desa Srihardono. Berawal dari
sinilah aku menuntut ilmu dan untuk pertama kalinya hidup mandiri tanpa
orangtua. Belajar tidak menggantungkan diri dari orangtua dari bangun tidur
hingga tidur lagi. Awalnya sulit memang, namun the life must go on. Jadilah aku dan kedua orang temen2ku
memutuskan untuk kos di sebuah rumah yang letaknya tak begitu jauh dari SMA
tempat kami menuntut ilmu. Dengan mereka berdua aku berkomitmen untuk rajin dan
bekerja keras mengukir prestasi. Walaupun kami yang notabene berasal dari
daerah pedalaman gunungkidul, kami tak mau menyerah begitu saja. Dengan
semangat yang menggebu aku, Lina, Diani,dan Peni bertekad tak mau kalah dengan
anak-anak kota Bantul. Dan hal tersebut terbukti dengan lolosnya kami berempat
mewakili Olimpiade SAINS-IPA antar sekolah Se-Kabupaten Bantul. Waktu itu aku
dan Lina mewakili Olimpiade FISIKA, sedangkan Peni dan Diani mewakili Olimpiade
KIMIA. Wooowww….prestasi yang luar biasa kupikir saat itu. Dan perjuangan itu
bukanlah suatu hal yang mudah, semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan
untuk mewakili Olimpiade FISIKA bagiku dan juga Lina seperti berusaha mengangkat
pegunungan Seribu di sebelah selatan Kecamatan Pundong, mungkin. Hehehe
Di
saat teman-temanku pulang sekolah bisa hangout
ke suatu tempat, aku dan Lina bersama Mulyono (salah satu peserta Olimpiade
Fisika) harus tinggal di sekolah lebih lama untuk menanti soal-soal yang begitu
kejam membuat kepala kami kliyengan. Bisa di bayangkan, mengerjakan soal2
FISIKA yang tak ada angka pastinya, tapi nanti tiba2 begitu dikerjakan
keluarlah angaka 1/2 , 1, 2 atau bahkan angka2 yang lainnyaa yang tiba2 saja
muncul. Dan rutinitas itu tak hanya kami jalani 1 kali dalam seminggu, tapi 2
kali dalam seminggu. Rasa jenuh kadang menghampiri, apalagi kalau yang member
pengayaan materi adalah pak Giyo, salah satu guru FISIKA yang kalo menerangkan
sambil merem. Bagaimana kami bersemangat utnuk mengerjakan hamparan soal-soal
di hadapan kami, jika menjelaskan materinya sambil merem. Pernah kami iseng
ikut2an merem dan akhirnya Pak Giyo memulangkan kami yang sudah tak berdaya
melihat soal-soal FISIKA yang harus kami utak-utik tiap minggunya. (jika boleh
mutah, aku ingin mutah waktu itu). Sayang aku tak memiliki foto Pak Giyo. Di
balik membosankannya beliau menerangkan materi, namun penguasaan konsepnya oke
punya, jooosss pokoke.
Beda halnya kalo yang memberi materi
pengayaan adalah Pak Madi. Di samping lebih muda, kalo memberikan penjelasan
materi bisa kami tangkap dengan baik, dan tentunya selalu mentraktir kami makan
soto di Kantin Bu Paeran usai membahas soal-soal olimpiade fisika. (yang
terakhir ini sebenarnya yang kami suka.hehehe).
Di bawahi ini ada foto-fotoku bersama kedua
rekanku, Mulyono dan Lina. Sedang serius di laboratorium Fisika membuka-buka
buku (itu aku), sedang si Mulyono serius membaca-baca inbox smsku.(hobi yang
jelek).
Di sela-sela kepuyengan kami ngerjain soal-soal
Fisika, tak ada salahnya juga sedikit narsis di kelas, sekedar menghapus
kepenatan.
Selain intensif dibimbing intensif selama 3
bulan, kami juga diberi pelatihan khusus untuk menulis dan menggali bakat dan
potensi menulis kami selama 2 hari di Youth Center, Ambarbinangun. Di sana kami
benar2 intensif di bimbing untuk membangkitkan semangat menulis. Ada banyak kegiatan
selama 2 hari di sana, diskusi bersama penulis muda hingga upaya trauma healing dengan cara menuliskan
impian ataupun proyeksi hidup 10 tahun mendatang. Hmm…ingat proyeksi itu ingin
tertawa, tapi semoga terwujud. Amin.^_^
Okelah, itulah kenangan waktu SMA yang indah.
Tulisan ini ku tulis khusus untuk temen-temen seperjuangan OLIMPIADE SAINS-IPA
SMA N 1 PUNDONG tahun 2005 dan juga untuk OSIS PUSPITA BANGSA tahun pengabdian
2004/2005. Love U ALL!!!!!